BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Evaluasi merupakan
kegiatan pengumpulan kenyataan mengenai proses pembelajaran secara sistematis
untuk menetapkan apakah terjadi perubahan terhadap peserta didik dan sejauh
apakah perubahan tersebut mempengaruhi kehidupan peserta didik.[1] Pada hakikatnya, pendidikan merupakan upaya membangun budaya
dan peradaban bangsa. Oleh karena itu, UUD 1945 secara tegas mengamanatkan
bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Faktor utama dalam
pendidikan yaitu pembentukkan pribadi manusia, peran penting pendidikan inilah
menjadi ukuran normatif dalam pencapaian pola pikir dan pola tindak tiap
individu. Kemapuan manusia, hampir sebagian besar didapatkan melalui proses
belajar.
Secara umum belajar dapat diartikan sebagai proses
perubahan prilaku interaksi individu denganlingkungan[2].
Belajar adalah suatu peristiwa yang terjadi didalam kondisi-kondisi tertentu
yang dapat diamati, diubah dan dikontrol. Kemampuan manusia yang dikembangkan
melalui belajar yaitu: pertama; ketrampilan intelektual, informasi verbal,
strategi kognitif, ketrampilan motorik, dan sikap. Pengejawantahan pendidikan
inilah yang menuntut pendidik untuk sebisa mungkin menyediakan kondisi belajar
untuk peserta didik untuk mencapai kemampuan-kemampun
tertentu yang
harus dipelajari oleh peserta didik. Dalam hal ini peranan desain pesan dalam
kegiatan belajar mengajar sangat penting, karena desain pesan pembelajaran
menunjuk pada proses memanipulasi, atau merencanakan suatu pola atau signal dan
lambang yang dapat digunakan untuk menyediakan kondisi untuk belajar. Perubahan
pola pikir dan pola tindak pada peserta didik/siswa tentunya tidak hanya
bergantung pada penerapan maupun pencapaian mata pelajaran yang akan diajarkan,
namun perubahan ini sangatlah memerlukan peran aktif dari guru karena guru
merupakan pembimbing dan juga sebagai konselor.
Masalah-masalah
yang ada pada siswa sangatlah kompleks, baik itu masalah individu (fisik dan
psikis) dan masalah sosial (keluarga dan bermasayarakat). Persoalan-persoalan
pada siswa inilah yang harus di perhatikan oleh guru karena hal ini akan sangat
mempengaruhi hasil belajar siswa. Selain dari hal di atas, ada paradigma baru
yang berkembangan dalam pendidikan, yaitu tujuan pembelajaran bukan hanya untuk
merubah perilaku siswa, tetapi membentuk karakter dan sikap mental profesional
yang berorientasi padaglobal mindset. Fokus pembelajarannya adalah pada
‘mempelajari cara belajar’(learning how to learn) dan bukan hanya semata pada
mempelajari substansi mata pelajaran. Jika melihat kenyataan pendidikan yang
ada sekarang ini maka banyak halyang sebenarnya harus diperbaiki dan
dikembangkan, baik itu hasil belajar, prosespembelajarannya, kurikulum
pendidikan dan semua bidang yang berkaitan denganpendidikan. Oleh karena itu maka
dipandang perlu, dalam segala hal yangmenyangkut dengan program pendidikan
harus ada pengelolah, pengawasan danpembinaan yang notabenenya membantu
tercapainya tujuan pendidikan.
Setiap
pelaksanaan program pendidikan memerlukan adanya pengawasanatau supervisi.
Pengawasan bertanggung jawab tentang keefektifan program itu.Oleh karena itu,
supervisi haruslah meneliti ada atau tidaknya kondisi-kondisi yangakan
memungkinkan tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Setelah kita
mengetahuirealita yang terjadi, maka diperlukan sebuah penjelasan secara rinci
dan mendetailtentang supervisi pendidikan agar para pendidik dapat memahami
betapa perlu dan pentingnya supervisi pendidikan itu.
Guru dalam proses
pembelajaran di kelas dipandang dapat memainkan peran penting terutama dalam
membantu peserta didik untuk membangun sikap positif dalam belajar,
membangkitkan rasa ingin tahu, mendorong kemandirian dan ketepatan logika
intelektual, serta menciptakan kondisi-kondisi untuk sukses dalam belajar. Kinerja
dan kompetensi guru memikul tanggung jawab utama dalam transformasi orientasi
peserta didik dari ketidaktahuan menjadi tahu, dari ketergantungan menjadi
mandiri, dari tidak terampil manjadi terampil, dengan metode-metode
pembelajaran bukan lagi mempersiapkan peserta didik yang pasif, melainkan
peserta didik berpengetahuan yang senantiasa mampu menyerap dan menyesuaikan
diri dengan informasi baru dengan berfikir, bertanya, menggali, mencipta dan
mengembangkan cara-cara tertentu dalam memecahkan masalah yang berkaitan
dengan kehidupannya.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005
tentang Badan Standar Nasional Pendidikan ditegaskan bahwa pendidik guru harus memiliki
kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
serta pendidikan anak usia dini. Arahan normatif tersebut yang menyatakan
bahwa guru sebagai agen pembelajaran menunjukkan pada harapan, bahwa guru
merupakan pihak pertama yang paling bertanggung jawab dalam pentransferan ilmu
pengetahuan kepada peserta didik.[3]
Di negara kita, bukan
rahasia lagi bahwa masyarakat mempunyai harapan yang berlebih terhadap guru.
Keberhasilan atau kegagalan sekolah sering dialamatkan kepada guru. Justifikasi
masyarakat tersebut dapat dimengerti karena guru adalah sumber daya yang
aktif, sedangkan sumber daya-sumber daya yang lain adalah pasif.
Oleh karena itu, sebaik-baiknya kurikulum, fasilitas,
sarana dan prasarana pembelajaran, tetapi jika kualitas gurunya rendah maka
sulit untuk mendapatkan hasil pendidikan yang bermutu tinggi. Kajian tentang
kinerja dan kompetensi guru masih merupakan hal penting untuk dibahas di dalam
tulisan ini, yang hasilnya dapat dijadikan sebagai dasar (legal aspect) dalam
upaya perancangan dan pengembangan kinerja dan kompetensi guru dalam
pembelajaran.
Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja
dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan bertujuan
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu usaha untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia ialah melalui proses pembelajaran di
sekolah.
Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan,
guru merupakan komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan
terus-menerus. Pembentukan profesi guru dilaksanakan melalui program pendidikan
pra-jabatan maupun program dalam jabatan. Tidak semua guru yang dididik di
lembaga pendidikan terlatih dengan baik dan kualified. Potensi sumber daya guru
itu perlu terus bertumbuh dan berkembang agar dapat melakukan fungsinya secara
potensial. Selain itu pengaruh perubahan yang serba cepat mendorong guru-guru
untuk terus-menerus belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta mobilitas masyarakat.
Masyarakat mempercayai, mengakui dan menyerahkan kepada
guru untuk mendidik tunas-tunas muda dan membantu mengembangkan
potensinya secara professional. Kepercayaan, keyakinan, dan penerimaan ini
merupakan substansi dari pengakuan masyarakat terhadap profesi guru. Implikasi
dari pengakuan tersebut mensyaratkan guru harus memiliki kualitas yang memadai.
Tidak hanya pada tataran normatif saja namun mampu mengembangkan kompetensi
yang dimiliki, baik kompetensi personal, professional, maupun kemasyarakatan
dalam selubung aktualisasi kebijakan pendidikan.
Hal tersebut lantaran guru merupakan penentu keberhasilan
pendidikan melalui kinerjanya pada tataran institusional dan eksperiensial,
sehingga upaya meningkatkan mutu pendidikan harus dimulai dari aspek “guru” dan
tenaga kependidikan lainnya yang menyangkut kualitas keprofesionalannya maupun
kesejahteraan dalam satu manajemen pendidikan yang professional.[4]
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas
dapat kita rumuskan suatu permasalah
diantaranya yaitu :
1. Mengapa Evaluasi sangat perlu di laksanakan pada setiap guru ?
2. Bagaimanakah dampak supervisi
terhadap guru ?
3. Bagaimana yang dimaksud dengan guru Profesional ?
Dengan adanya permasalahan yang
termuat dalam rumusan
masalah dapat kita
uraikan dalam bab II Pembahasa.
BAB II
PEMBAHSAN
A. Evaluasi
Evaluasi merupakan sala satu
komponen pengukuran derajat keberhasilan pencapaian tujuan, dan keefeektifan
proses pembelajaran yang dilaksanakan.[5]
mengatakan bahwa evaluasi adalah proses menggambarkan,
memperoleh dan menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif
keputusan. Evaluasi merupakan pengukuran
ketercapaian program kependidikan, perencanaan suatu program substansiprogram
pendidikan termasuk program kurikulum dan pelaksanaanya, pengadaan dan
peningkatan kemampuan guru mengolah pendidikan dan reformasi pendidikan secara
keseluruhan.[6] Evaluasi sendiri memiliki beberapa prinsip dasar yaitu ;
1. Evaluasi bertujuan membantu pemerintah dalam mencapai tujuan pembelajaran bagi masyrakat.
2. Evaluasi adalah seni, tidak ada evaluasi yang sempurna, meski dilkukan dengan metode yang berbeda.
3.
Pelaku evaluasi atau
evaluator tidak memberikan jawaban atas suatu pertanyaan tertentu. Evaluator
tidak berwennag untuk memberikan rekomendasi terhadap keberlangsungan sebuah
program. Evaluator hanya membantu memberikan alternatif.
4.
Penelitian evaluasi adalah tanggung jawab tim bukan perorangan.
5. Evaluator tidak terikat pada satu sekolah demikian pula sebaliknya.
6. Evaluasi adalah proses, jika diperlukan revisi maka lakukanlah revisi.
7. Evaluasi memerlukan data yang akurat dan cukup, hingga perlu pengalaman
untuk pendalaman metode penggalian informasi.
8. Evaluasi akan mantap apabila dilakukan dengan instrumen dan teknik yang
aplicable.
9.
Evaluator hendaknya mampu membedakan yang dimaksud dengan
evaluasi formatif, evaluasi sumatif dan evaluasi program.
10. Evaluasi memberikan gambaran
deskriptif yang jelas mengenai hubungan sebab akibat, bukan terpaku pada angka
soalan tes.
Dengan demikian dapat
dimengerti bahwa sesungguhnya evaluasi adalah proses mengukur dan menilai
terhadap suatu objek dengan menampilkan hubungan sebab akibat diantara faktor
yang mempengaruhi objek tersebut.
Tujuan
evaluasi adalah untuk melihat dan mengetahui
proses yang terjadi dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran memiliki 3
hal penting yaitu, input, transformasi dan output. Input adalah peserta didik
yang telah dinilai kemampuannya dan siap menjalani proses pembelajaran.[7] transformasi adalah segala unsur yang terkait dengan proses
pembelajaran yaitu ; guru, media dan bahan belajar, metode pengajaran, sarana
penunjang dan sistem administrasi. Sedangkan output adalah capaian yang
dihasilkan dari proses pembelajaran. Evaluasi pendidikan memiliki beberapa
fungsi yaitu ;
1. Fungsi selektif
2. Fungsi diagnostic
3. Fungsi penempatan
4. Fungsi keberhasilan Maksud dari dilakukannya evaluasi adalah ;
1. Perbaikan system 2. Pertanggungjawaban kepada pemerintah dan masyarakat
3. Penentuan tindak lanjut pengembangan
1. Fungsi selektif
2. Fungsi diagnostic
3. Fungsi penempatan
4. Fungsi keberhasilan Maksud dari dilakukannya evaluasi adalah ;
1. Perbaikan system 2. Pertanggungjawaban kepada pemerintah dan masyarakat
3. Penentuan tindak lanjut pengembangan
B. PRINSIP PRINSIP EVALUASI
Secara sederhana prinsip-prinsip Supervisi adalah
sebagai berikut :
1. Keterpaduan Evauasi harus dilakukan dengan prinsip keterpaduan antara tujuanIntrusional pengajaran, materi pembelajaran dan metode pengajaran.
2. Keterlibatan peserta didik prinsip ini merupakan suatu hal yang mutlak, karena keterlibatan peserta didik dalam evaluasi bukan alternatif, tapi kebutuhanmutlak. 3. Koherensi Evaluasi harus berkaitan dengan materi pengajaran yang telah dipelajari dan sesuai dengan ranah kemampuan peserta didik yang hendak diukur. 4. Pedagogis Perlu adanya tool penilai dari aspek pedagogis untuk melihat perubahan sikap dan perilaku sehingga pada akhirnya hasil evaluasi mampu menjadi motivator bagi diri siswa 5. Akuntabel Hasil evaluasi haruslah menjadi aalat akuntabilitas atau bahan pertnggungjawaban bagi pihak yang berkepentingan seprti,orang tua siswa, sekolah, dan lainnya.
1. Keterpaduan Evauasi harus dilakukan dengan prinsip keterpaduan antara tujuanIntrusional pengajaran, materi pembelajaran dan metode pengajaran.
2. Keterlibatan peserta didik prinsip ini merupakan suatu hal yang mutlak, karena keterlibatan peserta didik dalam evaluasi bukan alternatif, tapi kebutuhanmutlak. 3. Koherensi Evaluasi harus berkaitan dengan materi pengajaran yang telah dipelajari dan sesuai dengan ranah kemampuan peserta didik yang hendak diukur. 4. Pedagogis Perlu adanya tool penilai dari aspek pedagogis untuk melihat perubahan sikap dan perilaku sehingga pada akhirnya hasil evaluasi mampu menjadi motivator bagi diri siswa 5. Akuntabel Hasil evaluasi haruslah menjadi aalat akuntabilitas atau bahan pertnggungjawaban bagi pihak yang berkepentingan seprti,orang tua siswa, sekolah, dan lainnya.
C. TEKNIK
EVALUASI
Teknik evaluasi digolongkan menjadi 2, teknik tes dan teknik non Tes
1. Teknik non tes meliputi ; skala bertingkat, kuesioner, daftar cocok, wawancara,
pengamatan, riwayat hidup.[8] a. Rating scale atau skala bertingkat
menggambarkan suatu nilai dalam bentuk angka. Angka-angak diberikan secara
bertingkat dari anggak terendah hingga angkat paling tinggi. Angka-angka
tersebut kemudian dapat dipergunakan untuk melakukan perbandingan terhadap
angka yang lain.
b. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang terbagi dalam beberapa kategori.
Dari segi yang memberikan jawaban, kuesioner dibagi menjadi kuesioner langsung
dan kuesioner tidak langsung. Kuesioner langsung adalah kuesioner yang dijawab
langsung oleh orang yang diminta jawabannya. Sedangkan kuesiioner tidak
langsung dijawab oleh secara tidak langsung oleh orang yang dekat dan
mengetahui si penjawab seperti contoh, apabila yang hendak dimintai jawaban
adalah seseorang yang buta huruf maka dapat dibantu oleh anak, tetangga atau
anggota keluarganya. Dan bila ditinjau dari segi cara menjawab maka kuesioner
terbagi menjadi kuesioner tertutup dan kuesioner terbuka. Kuesioner tertututp
adalah daftar pertanyaan yang memiliki dua atau lebih jawaban dan si penjawab
hanya memberikan tanda silang (X) atau cek (√) pada awaban yang ia anggap
sesuai. Sedangkan kuesioner terbuka adalah daftar pertanyaan dimana si penjawab
diperkenankan memberikan jawaban dan pendapat nya secara terperinci sesuai
dengan apa yang ia ketahui.
c. Daftar cocok adalah sebuah daftar
yang berisikan pernyataan beserta dengan kolom pilihan jawaban. Si penjawab
diminta untuk memberikan tanda silang (X) atau cek (√) pada awaban yang ia
anggap sesuai.
d. Wawancara, suatu cara yang
dilakukan secara lisan yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan
tujuan informsi yang hendak digali. wawancara dibagi dalam 2 kategori, yaitu
pertama, wawancara ebas yaitu si penjawab (responden) diperkenankan untuk
memberikan jawaban secara bebas sesuai dengan yang ia diketahui tanpa diberikan
batasan oleh pewawancara. Kedua adalah wawancara terpimpin dimana pewawancara
telah menyusun pertanyaan pertanyaan terlebih dahulu yang bertujuan untuk
menggiring penjawab pada informsi-informasi yang diperlukan saja.
e. Pengamatan atau observasi, adalah suatu teknik yang dilakuakn dengan
mengamati dan mencatat secara sistematik apa yang tampak dan terlihat
sebenarnya. Pengamatan atau observasi terdiri dari 3 macam yaitu : (1)
observasi partisipan yaitu pengamat terlibat dalam kegiatan kelompok yang
diamati. (2) Observasi sistematik, pengamat tidak terlibat dalam kelompok yang
diamati. Pengamat telah membuat list faktor faktor yang telah diprediksi
sebagai memberikan pengaruh terhadap sistem yang terdapat dalam obejek
pengamatan.
f. Riwayat hidup, evaluasi ini
dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi mengenai objek evaluasi
sepanjang riwayat hidup objek evaluasi tersebut.
a. Tes Lisan
b. Tes Perbuatan
c. Tes Tertulis
b. Tes Perbuatan
c. Tes Tertulis
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang
di gunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, inteligensi, kemampuan atau
bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok [10]
D. PROSEDUR
MELAKSANAKAN EVALUASI
Dalam melaksanakan evaluasi pendidikan hendaknya dilakukan secara
sistematis dan terstruktur. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa
evaluasi pendidikan secara garis besar melibatkan 3 unsur yaitu input, proses
dan out put. Apabila prosesdur yang dilakukan tidak bercermin pada 3 unsur
tersebut maka dikhawatirkan hasil yang digambarkan oleh hasil evaluasi tidak
mampu menggambarkan gambaran yang sesungguhnya terjadi dalam proses
pembelajaran. Langkah-langkah dalam melaksanakan kegiatan evaluasi pendidikan
secara umum adalah sebagai berikut :
a. perencanaan (mengapa perlu evaluasi, apa saja yang hendak dievaluasi, tujuan evaluasi, teknikapa yang hendak dipakai, siapa yang hendak dievaluasi, kapan, dimana, penyusunan instrument, indikator, data apa saja yang hendak digali, dsb)
b. pengumpulan data ( tes, observasi, kuesioner, dan sebagainya sesuai dengan tujuan)
c. verifiksi data (uji instrument, uji validitas, uji reliabilitas, dsb)
d. pengolahan data ( memaknai data yang terkumpul, kualitatif atau kuantitatif, apakah hendak di olah dengan statistikatau non statistik, apakah dengan parametrik atau non parametrik, apakah dengan manual atau dengan software (misal : SAS, SPSS )
e. penafsiran data, ( ditafsirkan melalui berbagai teknik uji, diakhiri dengan uji hipotesis ditolak atau diterima, jika ditolak mengapa? Jika diterima mengapa? Berapa taraf signifikannya?) interpretasikan data tersebut secara berkesinambungan dengan tujuan evaluasi sehingga akan tampak hubungan sebab akibat. Apabila hubungan sebab akibat tersebut muncul maka akan lahir alternatif yang ditimbulkan oleh evaluasi itu.
a. perencanaan (mengapa perlu evaluasi, apa saja yang hendak dievaluasi, tujuan evaluasi, teknikapa yang hendak dipakai, siapa yang hendak dievaluasi, kapan, dimana, penyusunan instrument, indikator, data apa saja yang hendak digali, dsb)
b. pengumpulan data ( tes, observasi, kuesioner, dan sebagainya sesuai dengan tujuan)
c. verifiksi data (uji instrument, uji validitas, uji reliabilitas, dsb)
d. pengolahan data ( memaknai data yang terkumpul, kualitatif atau kuantitatif, apakah hendak di olah dengan statistikatau non statistik, apakah dengan parametrik atau non parametrik, apakah dengan manual atau dengan software (misal : SAS, SPSS )
e. penafsiran data, ( ditafsirkan melalui berbagai teknik uji, diakhiri dengan uji hipotesis ditolak atau diterima, jika ditolak mengapa? Jika diterima mengapa? Berapa taraf signifikannya?) interpretasikan data tersebut secara berkesinambungan dengan tujuan evaluasi sehingga akan tampak hubungan sebab akibat. Apabila hubungan sebab akibat tersebut muncul maka akan lahir alternatif yang ditimbulkan oleh evaluasi itu.
E. PENGERTIAN SUPERVISI
Misi
pendidikan nasional adalah sebagai berikut: (1) mengupayakan perluasan dan
pemerataan penempatan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia. (2)
meningkatkan mutu pendidikan yang memiliki daya saing di tingkat nasional (3)
meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantang
global (4) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secaa
utuh sejak dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar.
(5) meningkatkan kesiapan masukan
kepribadian yang bermoral. (6) meingkatkan keprofesionalan dan
akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan,
keterampilan, pengalaman, sikap dan nilai berdasarkan prinsip otonomi dalam
konteks negara kesatuan republik indonesia[11]
Supervisi adalah sebuah usaha dari
petugas-petugas sekolah dalam memimpin komponen-komponen sekolah untuk
memperbaiki pengajaran, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan
guru-guru, merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran metode
mengajar dan mengevaluasi pembelajaran. Bantuan yang diberikan oleh seorang
supervisor bertujuan untuk memperbaiki situasi belajar mengajar yang lebih
baik. Situasi belajar mengajar di sekolah bergantung pada ketrampilan supervisor.[12]
Dengan
demikian layanan supervisi tersebut mencakup seluruh aspek dari penyelenggaraan
pendidikan dan pengajaran.[13]
Konsep supervisi tidak bisa disamakan dengan inspeksi, inspeksi lebih menekankan
kepada kekuasaan dan bersifat otoriter, sedangkan supervisi lebih menekankan
kepada persahabatan yang dilandasi oleh pemberian pelayanan dan kerjasama yang
lebih baik diantara guru-guru, karena bersifat demokratis. Istilah supervisi
pendidikan dapat dijelaskan baik menurut asal usul (etimologi), bentuk
perkataannya (morfologi), maupun isi yang terkandung dalam perkataan itu (
semantik).
1) Etimologi
Istilah
supervisi diambil dalam perkataan bahasa Inggris “ Supervision” artinya
pengawasan di bidang pendidikan. Orang yang melakukan supervisi disebut
supervisor.[14]
2) Morfologis
Supervisi dapat
dijelaskan menurut bentuk perkataannya. Supervisi terdiri dari dua kata.Super berarti atas, lebih. Visi berarti lihat, tilik, awasi.
Seorang supervisor memang mempunyai posisi diatas atau mempunyai kedudukan yang
lebih dari orang yang disupervisinya.[15]
3) Semantik
Pada hakekatnya isi yang terandung dalam
definisi yang rumusanya tentang sesuatu tergantung dari orang yang
mendefinisikan. Wiles secara singkat telah merumuskan bahwa supervisi sebagai
bantuan pengembangan situasi mengajar belajar agar lebih baik. Adam dan Dickey
merumuskan supervisi sebagai pelayanan khususnya menyangkut perbaikan proses
belajar mengajar.[16] Sedangkan Depdiknas (1994)
merumuskan supervisi sebagai berikut : “ Pembinaan yang diberikan kepada
seluruh staf sekolah agar mereka dapat meningkatkan kemampuan untuk
mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik “[17]. Dengan demikian, supervisi
ditujukan kepada penciptaan atau pengembangan situasi belajar mengajar yang
lebih baik. Untuk itu ada dua hal (aspek) yang perlu diperhatikan :
a. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
b. Hal-hal yang menunjang kegiatan belajar
mengajar Karena aspek utama adalah
guru, maka layanan dan aktivitas kesupervisian harus lebih diarahkan kepada
upaya memperbaiki dan meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola kegiatan
belajar mengajar. Untuk itu guru harus memiliki yakni : 1) kemampuan personal,
2) kemampuan profesional 3) kemampuan sosial
Atas dasar uraian diatas,
maka pengertian supervisi dapat dirumuskan sebagai berikut “ serangkaian usaha
pemberian bantuan kepada guru dalam bentuk layanan profesional yang diberikan
oleh supervisor ( Pengawas sekolah, kepala sekolah, dan pembina lainnya) guna
meningkatkan mutu proses dan hasil belajar mengajar. Karena supervisi atau
pembinaan guru tersebut lebih menekankan pada pembinaan guru tersebut pula
“Pembinaan profesional guru“ yakni pembinaan yang lebih diarahkan pada upaya
memperbaiki dan meningkatkan kemampuan profesional guru.
Supervisi dapat kita artikan
sebagai pembinaan. Sedangkan sasaran pembinaan tersebut bisa untuk kepala
sekolah, guru, pegawai tata usaha. Namun
yang menjadi sasaran supervisi diartikan pula pembinaan guru[18]
F.
PENTINGNYA PENGENBANGAN SUMBER DAYA
GURU DENGAN SUPERVISI
Di abad sekarang ini, yaitu
era globalisasi dimana semuanya serba digital, akses informasi sangat cepat dan
persaingan hidup semakin ketat, semua bangsa berusaha untuk meningkatkan sumber
daya manusia. Hanya manusia yang mempunyai sumber daya unggul dapat bersaing
dan mempertahankan diri dari dampak persaingan global yang ketat. Termasuk
sumber daya pendidikan. Yang termasuk dalam sumber daya pendidikan yaitu
ketenagaan, dana dan sarana dan prasarana.
Guru
merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tataran
institusional dan eksperiensial, sehingga upaya meningkatkan mutu pendidikan
harus dimulai dari aspek “guru” dan tenaga kependidikan lainnya yang menyangkut
kualitas keprofesionalannya maupun kesejahteraan dalam satu manajemen
pendidikan yang professional.
Ada dua metafora untuk menggambarkan sumber daya guru. Pertama, jabatan guru diumpamakan dengan
sumber air. Sumber air itu harus terus
menerus bertambah, agar sungai itu dapat mengalirkan air terus-menerus. Bila
tidak, maka sumber air itu akan kering. Demikianlah bila seorang guru tidak
pernah membaca informasi yang baru, tidak menambah ilmu pengetahuan tentang apa
yang diajarkan, maka ia tidak mungkin memberi ilmu dan pengetahuan dengan cara
yang lebih menyegarkan kepada peserta didik.
Kedua, jabatan guru diumpamakan dengan sebatang pohon buah-buahan. Pohon itu
tidak akan berbuah lebat, bila akar induk pohon tidak menyerap zat-zat makanan
yang berguna bagi pertumbuhan pohon itu. Begitu juga dengan jabatan guru yang
perlu bertumbuh dan berkembang. Baik itu pertumbuhan pribadi guru maupun
pertumbuhan profesi guru. Setiap guru perlu menyadari bahwa pertumbuhan dan
pengembangan profesi merupakan suatu keharusan untuk menghasilkan output
pendidikan berkualitas. Itulah sebabnya guru perlu belajar terus menerus,
membaca informasi terbaru dan mengembangkan ide-ide kreatif dalam pembelajaran
agar suasana belajar mengajar menggairahkan dan menyenangkan baik bagi guru
apalagi bagi peserta didik.
Peningkatan
sumber daya guru bisa dilaksanakan dengan bantuan supervisor, yaitu orang
ataupun instansi yang melaksanakan kegiatan supervisi terhadap guru. Perlunya
bantuan supervisi terhadap guru berakar mendalam dalam kehidupan masyarakat.
Swearingen mengungkapkan latar belakang perlunya supervisi berakar mendalam
dalam kebutuhan masyarakat dengan latar belakang sebagai berikut :
1. Latar Belakang Kultural
Pendidikan
berakar dari budaya arif lokal setempat. Sejak dini pengalaman belajar dan
kegiatan belajar-mengajar harus daingkat dari isi kebudayaan yang hidup di
masyarakat itu. Sekolah bertugas untuk mengkoordinasi semua usaha dalam rangka
mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang dicita-citakan.
2. Latar Belakang Filosofis
Suatu system pendidikan yang berhasil guna dan berdaya
guna bila ia berakar mendalam pada nilai-nilai filosofis pandangan hidup suatu
bangsa.
3. Latar
Belakang Psikologis
Secara psikologis supervisi itu berakar mendalam pada
pengalaman manusia. Tugas supervisi ialah menciptakan suasana sekolah yang
penuh kehangatan sehingga setiap orang dapat menjadi dirinya sendiri.
4. Latar Belakang Sosial
Seorang supervisor dalam melakukan
tanggung jawabnya harus mampu mengembangkan potensi kreativitas dari orang yang
dibina melalui cara mengikutsertakan orang lain untuk berpartisipasi bersama. Supervisi harus
bersumber pada kondisi masyarakat.
5. Latar Belakang
Sosiologis
Secara sosiologis
perubahan masyarakat punya dampak terhadap tata nilai. Supervisor bertugas
menukar ide dan pengalaman tentang mensikapi perubahan tata nilai dalam
masyarakat secara arif dan bijaksana.
6. Latar Belakang
Pertumbuhan Jabatan
Supervisi bertugas memelihara, merawat dan menstimulasi
pertumbuhan jabatan guru. Diharapkan guru menjadi semakin professional dalam
mengemban amanat jabatannya dan dapat meningkatkan posisi tawar guru di
masyarakat dan pemerintah, bahwa guru punya peranan utama dalam pembentukan
harkat dan martabat manusia.
Permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan supervisi
di lingkungan pendidikan dasar adalah bagaimana cara mengubah pola pikir yang
bersifat otokrat dan korektif menjadi sikap yang konstruktif dan kreatif, yaitu
sikap yang menciptakan situasi dan relasi di mana guru-guru merasa aman dan
diterima sebagai subjek yang dapat berkembang sendiri. Untuk itu, supervisi
harus dilaksanakan berdasarkan data, fakta yang objektif. Ada dua hal yang
mendasari pentingnya supervisi dalam proses pendidikan.
1. Perkembangan kurikulum merupakan gejala kemajuan
pendidikan.
Perkembangan tersebut sering menimbulkan perubahan
struktur maupun fungsi kurikulum. Pelaksanaan kurikulum tersebut memerlukan
penyesuaian yang terus-menerus dengan keadaan nyata di lapangan. Hal ini
berarti bahwa guru-guru senantiasa harus berusaha mengembangkan kreativitasnya
agar daya upaya pendidikan berdasarkan kurikulum dapat terlaksana secara baik.
Namun demikian, upaya tersebut tidak selamanya berjalan mulus. Banyak hal
sering menghambat, yaitu tidak lengkapnya informasi yang diterima, keadaan
sekolah yang tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum, masyarakat yang tidak mau
membantu, keterampilan menerapkan metode yang masih harus ditingkatkan dan
bahkan proses memecahkan masalah belum terkuasai. Dengan demikian, guru dan
Kepala Sekolah yang melaksanakan kebijakan pendidikan di tingkat paling
mendasar memerlukan bantuan-bantuan khusus dalam memenuhi tuntutan pengembangan
pendidikan, khususnya pengembangan kurikulum.
2. Pengembangan
personel, pegawai atau karyawan senantiasa merupakan upaya yang terus-menerus
dalam suatu organisasi. Pengembangan personal dapat dilaksanakan secara formal
dan informal. Pengembangan formal menjadi tanggung jawab lembaga yang
bersangkutan melalui penataran, tugas belajar, loka karya dan sejenisnya.
Sedangkan pengembangan informal merupakan tanggung jawab pegawai sendiri dan
dilaksanakan secara mandiri atau bersama dengan rekan kerjanya, melalui
berbagai kegiatan seperti kegiatan ilmiah, percobaan suatu metode mengajar, dan
lain sebagainya.
Kegiatan
supervisi pengajaran merupakan kegiatan yang wajib dilaksanakan dalam
penyelenggaraan pendidikan.[19] Pelaksanaan kegiatan supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah dan
pengawas sekolah dalam memberikan pembinaan kepada guru. Hal tersebut karena
proses belajar-mengajar yang dilaksakan guru merupakan inti dari proses
pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama.
Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian
perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung
dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena kegiatan
supervisi dipandang perlu untuk memperbaiki kinerja guru dalam proses
pembelajaran.
Secara
umum ada 2 (dua) kegiatan yang termasuk dalam kategori supevisi pengajaran,
yakni:
1. Supervsi
yang dilakukan oleh Kepala Sekolah kepada guru-guru.
Secara rutin dan
terjadwal Kepala Sekolah melaksanakan kegiatan supervisi kepada guru-guru
dengan harapan agar guru mampu memperbaiki proses pembelajaran yang
dilaksanakan. Dalam prosesnya, kepala sekolah memantau secara langsung ketika
guru sedang mengajar. Guru mendesain kegiatan pembelajaran dalam bentuk rencana
pembelajaran kemudian kepala sekolah mengamati proses pembelajaran yang
dilakukan guru. Saat kegiatan supervisi berlangsung, kepala sekolah menggunakan
leembar observasi yang sudah dibakukan, yakni Alat Penilaian Kemampuan Guru
(APKG). APKG terdiri atas APKG 1 (untuk menilai Rencana Pembelajaran yang
dibuat guru) dan APKG 2 (untuk menilai pelaksanaan proses pembelajaran) yang
dilakukan guru.
2. Supervisi yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah kepada
Kepala Sekolah dan guru-guru untuk meningkatkan kinerja.
Kegiatan
supervisi ini dilakukan oleh Pengawas Sekolah yang bertugas di suatu Gugus
Sekolah. Gugus Sekolah adalah gabungan dari beberapa sekolah terdekat, biasanya
terdiri atas 5-8 Sekolah Dasar. Hal-hal yang diamati pengawas sekolah ketika melakukan
kegiatan supervisi untuk memantau kinerja kepala sekolah, di antaranya
administrasi sekolah, meliputi:
a. Bidang
Akademik, mencakup kegiatan:
1)
Menyusun program tahunan dan semester,
2)
Mengatur jadwal pelajaran,
3)
Mengatur pelaksanaan penyusunan model satuan pembelajaran,
4)
Menentukan norma kenaikan kelas,
5)
Menentukan norma penilaian,
6)
Mengatur pelaksanaan evaluasi belajar,
7)
Meningkatkan perbaikan mengajar,
8) Mengatur kegiatan kelas apabila guru tidak
hadir, dan
9)
Mengatur disiplin dan tata tertib kelas.
b.
Bidang Kesiswaan, mencakup kegiatan:
1) Mengatur
pelaksanaan penerimaan siswa baru berdasarkan peraturan penerimaan siswa baru,
2) Mengelola
layanan bimbingan dan konseling,
3) Mencatat
kehadiran dan ketidakhadiran siswa, dan
4) Mengatur
dan mengelola kegiatan ekstrakurikuler.
c. Bidang Personalia, mencakup
kegiatan:
1)
Mengatur pembagian tugas guru,
2) Mengajukan
kenaikan pangkat, gaji, dan mutasi guru,
3) Mengatur
program kesejahteraan guru,
4) Mencatat
kehadiran dan ketidakhadiran guru, dan
5) Mencatat
masalah atau keluhan-keluhan guru.
d. Bidang
Keuangan, mencakup kegiatan:
1) Menyiapkan
rencana anggaran dan belanja sekolah,
2) Mencari
sumber dana untuk kegiatan sekolah,
3) Mengalokasikan
dana untuk kegiatan sekolah, dan
4) Mempertanggungjawabkan
keuangan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
e. Bidang
Sarana dan Prasarana, mencakup kegiatan:
1) Penyediaan
dan seleksi buku pegangan guru,
2) Layanan
perpustakaan dan laboratorium,
3) Penggunaan
alat peraga,
4) Kebersihan
dan keindahan lingkungan sekolah,
5) Keindahan
dan kebersihan kelas, dan
6) Perbaikan
kelengkapan kelas.
f.
Bidang Hubungan Masyarakat, mencakup kegiatan:
1.
Kerjasama sekolah dengan orangtua
siswa,
2.
Kerjasama sekolah dengan Komite
Sekolah,
3.
Kerjasama sekolah dengan
lembaga-lembaga terkait, dan
Sedangkan ketika mensupervisi
guru, hal-hal yang dipantau pengawas juga terkait dengan administrasi
pembelajaran yang harus dikerjakan guru, diantaranya :
a.
Penggunaan
program semester
b.
Penggunaan
rencana pembelajaran
c.
Penyusunan
rencana harian
d.
Program
dan pelaksanaan evaluasi
e.
Kumpulan
soal
f.
Buku
pekerjaan siswa
g.
Buku
daftar nilai
h.
Buku
analisis hasil evaluasi
i.
Buku
program perbaikan dan pengayaan
j.
Buku
program Bimbingan dan Konseling
k.
Buku pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler
G.
PROFESIONALISME GURU
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada satuan pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
(UU Guru dan Dosen: Pasal 1). Sebagai pendidik professional selainguru wajib
memliki kualifikasi akademik minimal S1 atau D4, kompetensi (paedagogik,
professional, pribadi, dan social), juga wajib memiliki sertifikat pendidik
Karakteristik guru professional yang sangat perfeksionis itu, dalam undang-undang
guru dan dosen disebutkan beberapa kompetensi utama yang harus dimiliki oleh
seorang guru, yaitu: 1) kompetensi
pribadi 2) kompetensi paedagogik 3)
kompetensi professional 4) kompetensi
sosial.
1) kompetensi Pribadi
Dalam pasal empat UU Guru dan Dosen disebutkan bahwa guru yang professional setidaknya pribadi guru harus memiliki kompetensi sebagai berikut:
a) Berakhlak mulia
b) Arif dan bijaksana
c) Mantap
d) Berwibawa
e) Stabil
f) Dewasa
g) Jujur
h) Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat
i) Secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan
j) Mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
Dalam pasal empat UU Guru dan Dosen disebutkan bahwa guru yang professional setidaknya pribadi guru harus memiliki kompetensi sebagai berikut:
a) Berakhlak mulia
b) Arif dan bijaksana
c) Mantap
d) Berwibawa
e) Stabil
f) Dewasa
g) Jujur
h) Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat
i) Secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan
j) Mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
2) kompetensi Paedagogik
Kompetensi paedagogik adalah kompetensi guru yang berkaitan dengan landasan
dan wawasan keilmuan yang mendasari tugas guru sebagai seorang pendidik, yang
meliputi:
a) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan
b) Pemahaman terhadap peserta didik
c) Pengembangan kurikulum/silabus
d) Perancangan pembelajaran
e) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis
f) Pemanfaatan teknologi pembelajaran
g) Evaluasi hasil belajar; dan
h) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya
a) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan
b) Pemahaman terhadap peserta didik
c) Pengembangan kurikulum/silabus
d) Perancangan pembelajaran
e) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis
f) Pemanfaatan teknologi pembelajaran
g) Evaluasi hasil belajar; dan
h) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya
3) kompetensi professional
Kompetensi professional menurut UU Guru dan Dosen adalah merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu, teknologi, dan/atau seni yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan:
a) materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu; dan
b) konsep-konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan. Profesionalisme pendidik dalam konteks pembelajaran lebih pada kemampuan pendidik dalam mendesain strategi pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas. Strategi pembelajaran merupakan elemen penting yang harus dikuasai oleh pendidik yang profesional, baik mengenai definisi, klasifikasi, metode, dan teknik pembelajaran.
Berkaitan dengan strategi pembelajaran, ada empat hal yang harus dijalankan oleh pendidik yang profesional. Pertama, mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku serta kepribadian peserta didik yang diharapkan. Kedua, memilih sistem pendekatan pembelajaran berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat. Ketiga, memilih dan menetapkan metode dan teknik pembelajaran yang dianggap paling tepat dan efektif dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Pemilihan metode dan teknik pembelajaran ini berkaitan dengan pemilihan media pembelajaran dan pengelolaan kelas. Keempat, menerapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan untuk dapat menjadi pedoman dalam melakukan evaluasi.
Kompetensi professional menurut UU Guru dan Dosen adalah merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu, teknologi, dan/atau seni yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan:
a) materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu; dan
b) konsep-konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan. Profesionalisme pendidik dalam konteks pembelajaran lebih pada kemampuan pendidik dalam mendesain strategi pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas. Strategi pembelajaran merupakan elemen penting yang harus dikuasai oleh pendidik yang profesional, baik mengenai definisi, klasifikasi, metode, dan teknik pembelajaran.
Berkaitan dengan strategi pembelajaran, ada empat hal yang harus dijalankan oleh pendidik yang profesional. Pertama, mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku serta kepribadian peserta didik yang diharapkan. Kedua, memilih sistem pendekatan pembelajaran berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat. Ketiga, memilih dan menetapkan metode dan teknik pembelajaran yang dianggap paling tepat dan efektif dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Pemilihan metode dan teknik pembelajaran ini berkaitan dengan pemilihan media pembelajaran dan pengelolaan kelas. Keempat, menerapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan untuk dapat menjadi pedoman dalam melakukan evaluasi.
Profesionalisme pendidik
yang berkaitan dengan pendekatan pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga hal penting. Pertama, model pembelajaran yang meliputi pendidik
menyampaikan dan peserta didik menerima materi pelajaran (expository
teaching-receptive learning), pembelajaran aktif yang berpusat pada peserta
didik dan pendidik sebagai fasilitator (active learning), situasi interaktif
antara pendidik dengan peserta didik (interactive learning), dan peserta didik
dimotivasi untuk mencari, menemukan, dan memecahkan masalah sendiri
(inquiry-discovery-problem solving). Kedua, pengelolaan kelas yang meliputi
pendekatan klasikal, kelompok, dan individual. Ketiga, sasaran pembelajaran
yang meliputi pendekatan pengalaman, pembiasaan, emosional, rasional, dan fungsional.
4) kompetensi social
Kompetensi sosial
berkaitan dengan eksistensi guru sebagai panutan di lingkungan kolega dan
masyarakat di mana ia tinggal. Kompetensi social yang harus dimiliki guru
setidaknya meliputi:
a) berkomunikasi lisan, tulisan, dan/atau isyarat
b) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional
c) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orangtua/wali peserta didik
d) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku; dan
e) Menerapkan prinsip-prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
a) berkomunikasi lisan, tulisan, dan/atau isyarat
b) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional
c) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orangtua/wali peserta didik
d) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku; dan
e) Menerapkan prinsip-prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
Berdasar UU No
14 Tahun 2005 guru dituntut untuk profesional. Indikator keprofesionalan guru
mencakup empat hal yakni kompetensi pedagogik, kompetensi profesional,
kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial.Profesionalisme menjadi tuntutan
dari setiap pekerjaan. Apalagi profesi guru yang sehari-hari menangani benda
hidup yang berupa anak-anak atau siswa dengan berbagai karakteristik yang
masing-masing tidak sama. Pekerjaaan sebagai guru menjadi lebih berat tatkala
menyangkut peningkatan kemampuan anak didiknya, sedangkan kemampuan dirinya
mengalami stagnasi.
Guru yang profesional adalah mereka
yang memiliki kemampuan profesional dengan berbagai kapasitasnya sebagai
pendidik[21]. Studi yang dilakukan oleh Ace Suryani menunjukkan bahwa Guru yang bermutu
dapat diukur dengan lima indikator, yaitu: pertama, kemampuan profesional
(professional capacity), sebagaimana terukur dari ijazah, jenjang pendidikan,
jabatan dan golongan, serta pelatihan. Kedua, upaya profesional (professional
efforts), sebagaimana terukur dari kegiatan mengajar, pengabdian dan
penelitian. Ketiga, waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional (teacher’s
time), sebagaimana terukur dari masa jabatan, pengalaman mengajar serta
lainnya. Keempat, kesesuaian antara keahlian dan pekerjaannya (link and match),
sebagaimana terukur dari mata pelajaran yang diampu, apakah telah sesuai dengan
spesialisasinya atau tidak, serta kelima, tingkat kesejahteraan
(prosperiousity) sebagaimana terukur dari upah, honor atau penghasilan
rutinnya. Tingkat kesejahteraan yang rendah bisa mendorong seorang pendidik
untuk melakukan kerja sambilan, dan bilamana kerja sambilan ini sukses, bisa
jadi profesi mengajarnya berubah menjadi sambilan.
Guru yang profesional amat
berarti bagi pembentukan sekolah unggulan. Guru profesional memiliki pengalaman
mengajar, kapasitas intelektual, moral, keimanan, ketaqwaan, disiplin,
tanggungjawab, wawasan kependidikan yang luas, kemampuan manajerial, trampil,
kreatif, memiliki keterbukaan profesional dalam memahami potensi, karakteristik
dan masalah perkembangan peserta didik, mampu mengembangkan rencana studi dan
karir peserta didik serta memiliki kemampuan meneliti dan mengembangkan
kurikulum.[22]
Dewasa ini banyak guru, dengan berbagai
alasan dan latar belakangnya menjadi sangat sibuk sehingga tidak jarang yang
mengingat terhadap tujuan pendidikan yang menjadi kewajiban dan tugas pokok
mereka. Seringkali kesejahteraan yang kurang atau gaji yang rendah menjadi
alasan bagi sebagian guru untuk menyepelekan tugas utama yaitu mengajar
sekaligus mendidik siswa. Guru hanya sebagai penyampai materi yang berupa
fakta-fakta kering yang tidak bermakna karena guru menang belajar lebih dulu
semalam daripada siswanya. Terjadi ketidaksiapan dalam proses Kegiatan Belajar
Mengajar ketika guru tidak memahami tujuan umum pendidikan. Bahkan ada yang
mempunyai kebiasaan mengajar yang kurang baik yaitu tiga perempat jam pelajaran
untuk basa-basi bukan apersepsi dan seperempat jam untuk mengajar. Suatu
proporsi yang sangat tidak relevan dengan keadaan dan kebutuhan siswa. Guru
menganggap siswa hanya sebagai pendengar setia yang tidak diberi kesempatan
untuk mengembangkan diri sesuai dengan kemampuannya.
Banyak kegiatan belajar mengajar yang
tidak sesuai dengan tujuan umum pendidikan yang menyangkut kebutuhan siswa
dalam belajar, keperluan masyarakat terhadap sekolah dan mata pelajaran yang
dipelajari. Guru memasuki kelas tidak mengetahui tujuan yang pasti, yang
penting demi menggugurkan kewajiban. Idealisme menjadi luntur ketika yang
dihadapi ternyata masih anak-anak dan kalah dalam pengalaman. Banyak guru
enggan meningkatkan kualitas pribadinya dengan kebiasaan membaca untuk
memperluas wawasan. Jarang pula yang secara rutin pergi ke perpustakaan untuk
melihat perkembangan ilmu pengetahuan. Kebiasaan membeli buku menjadi suatu
kebiasaan yang mustahil dilakukan karena guru sudah merasa puas mengajar dengan
menggunakan LKS ( Lembar Kegiatan Siswa ) yang berupa soal serta sedikit
ringkasan materi.
Dapat dilihat daftar pengunjung di
perpustakaan sekolah maupun di perpustakaan umum, jarang sekali guru memberi
contoh untuk mengunjungi perpustakaan secara rutin. Lebih banyak pengunjung
yang berseragam sekolah daripada berseragam PSH. Kita masih harus “Khusnudhon”
bahwa dirumah mereka berlangganan koran harian yang siap disantap setiap pagi.[23] Tetapi ada juga kekhawatiran bahwa yang lebih banyak dibaca adalah berita-berita
kriminal yang menempati peringkat pertama pemberitaan di koran maupun televisi.
Sedangkan berita-berita mengenai pendidikan, penemuan-penemuan baru tidak
menarik untuk dibaca dan tidak menarik perhatian. Kebiasaan membaca saja sulit
dilakukan apalagi kebiasaan menulis menjadi lebih mustahil dilakukan. Ini
adalah realita dilapangan yang patut disesalkan.
Sarana dan prasarana penunjang
pelajaran yang kurang memadai, terutama di daerah terpencil. Tetapi hal ini
tidak bisa dijadikan alasan bahwa dengan sarana yang minimpun dapat
dimanfaatkan semaksimal mungkin agar mendaptkan hasil yang bagus. Terkadang
kita juga harus memakai prisip ekonomi yang ternyata dapat membawa kemajuan.
Yang sering dijumpai adalah sudah ada sarana tetapi tidak dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya.
Peta dunia hanya dipajang di depan
kelas, globe atau bola dunia dibiarkan berkarat tidak pernah tersentuh,
buku-buku pelajaran diperpustakaan dimakan rayap, alat-alat praktek di
laboratorium hanya tersimpan rapi di almari tidak pernah dipergunakan. Media
pengajaran yang sudah ada jangan dibiarkan rusak atau berkarat gara-gara
disimpan. Lebih baik rusak karena digunakan untuk praktek siswa. Guru dituntut
lebih kreatif dan inovatif dalam pemakaian sarana dan media yang ada demi peningkatan
mutu pendidikan. Sekolah juga tidak harus bergantung pada bantuan dari
pemerintah mengingat kebutuhan masing-masing sekolah tidaklah sama.
Tingkat kesejahteraan guru yang kurang
mengakibatkan banyak guru yang malas untuk berprestasi karena disibukkan
mencari tambahan kebutuhan hidup yang semakin berat. Anggaran pendidikan
minimal 20 % harus dilaksanakan dan diperjuangkan unutk ditambah karena
pendidikan menyangkut kelangsungan hidup suatu bangsa. Apabila tingkat
kesejahteraan diperhatikan, konsentrasi guru dalam mengajar akan lebih banyak
tercurah untuk siswa.
Penataran dan pelatihan mutlak
diperlukan demi meningkatkan pengetahuan, wawasan dan kompetensi guru. Kegiatan
ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit, tetapi hasilnya juga akan seimbang
jika dilaksanakan secara baik. Jika kegiatan penataran, pelatihan dan
pembekalan tidak dilakukan, guru tidak akan mampu mengembangkan diri, tidak
kreatif dan cenderung apa adanya. Kecenderungan ini ditambah dengan tidak
adanya rangsangan dari pemerintah atau pejabat terkait terhadap profesi guru.
Rangsangan itu dapat berupa penghargaan terhadap guru-guru yang berprestasi
atau guru yang inovatif dalam proses belajar mengajar.
Guru harus diberi keleluasaan dalam
menetapkan dengan tepat apa yang digagas, dipikirkan, dipertimbangkan,
direncanakan dan dilaksanakan dalam pengajaran sehari-hari, karena di tangan
gurulah keberhasilan belajar siswa ditentukan, tidak oleh Bupati, Gubernur,
Walikota, Pengawas, Kepala Sekolah bahkan Presiden sekalipun.
Mutlak dilakukan ketika awal menjadi
guru adalah memahami tujuan umum pendidikan, mamahami karakter siswa dengan
berbagai perbedaan yang melatar belakanginya. Sangatlah penting untuk memahami
bahwa siswa balajar dalam berbagai cara yang berbeda, beberapa siswa merespon
pelajaran dalam bentuk logis, beberapa lagi belajar dengan melalui pemecahan
masalah (problem solving), beberapa senang belajar sendiri daripada
berkelompok.
Cara belajar siswa yang berbeda-beda,
memerlukan cara pendekatan pembelajaran yang berbeda. Guru harus mempergunakan
berbagai pendekatan agar anak tidak cepat bosan. Kemampuan guru untuk melakukan
berbagai pendekatan dalam belajar perlu diasah dan ditingkatkan. Jangan cepat
merasa puas setelah mengajar, tetapi lihat hasil yang didapat setelah mengajar.
Sudahkah sesuai dengan tujuan umum pendidikan. Perlu juga dipelajari penjabaran
dari kurikulum ang dipergunakan agar yang diajarkan ketika di kelas tidak
melencenga dari GBBP/kurikulum yang sudah ditentukan.
Guru juga perlu membekali diri dengan
pengetahuan tentang psikologi pendidikan dalam menghadapai siswa yang berneka
ragam. Karena tugas guru tidak hanya sebagai pengajar, tetapi sekaligus sebagai
pendidik yang akan membentuk jiwa dan kepribadian siswa. Maju dan mundur sebuah
bangsa tergantung pada keberhasilan guru dalam mendidik siswanya.
Pemerintah juga harus senantiasa memperhatikan tingkat
kesejahteraan guru, karena mutlak diperlukan kondisi yang sejahtera agar dapat
bekerja secara baik dan meningkatkan profesionalisme. Makin kuatnya tuntutan
akan profesionalisme guru bukan hanya berlangsung di Indonesia, melainkan di
negara-negara maju. Seperti Amerika Serikat, isu tentang profesionalisme guru
ramai dibicarakan pada pertengahan tyahun 1980-an. Jurnal terkemuka manajemen
pendidikan, Educational Leadership edisi Maret 1933 menurunkan laporan mengenai
tuntutan guru professional Untuk menjadi professional, seorang guru dituntut
memiliki lima hal, yakni:
1) Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Ini
berarti bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepada kepentingan siswanya.
2) Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran
yang diajarkan serta cara mengajarkannya kepada siswa. Bagi guru, hal ini
meryupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
3) Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa
melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa
sampai tes hasil belajar.
4) Guru mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya,
dan belajar dari pengalamannya. Artinya, harus selalu ada waktu untuk guru guna
mengadakan refleksi dan koreksi terhadap apa yang telah dilakukannya. Untuk
bisa belajar dari pengalaman, ia harus tahu mana yang benar dan salah, serta
baik dan buruk dampaknya pada proses belajar siswa.
5) Guru seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar
dalam lingkungan profesinya,
misalnya PGRI dan organisasi profesi lainnya
Dalam konteks yang
aplikatif, kemampuan professional guru dapat diwujudkan dalam penguasaan
sepuluh kompetensi guru, yang meliputi: 1) Menguasai bahan, meliputi:
a) menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum, b) menguasai bahan
pengayaan/penunjang bidang studi. 2) Mengelola program
belajar-mengajar, meliputi: a) merumuskan tujuan pembelajaran, b) mengenal dan
menggunakan prosedur pembelajaran yang tepat, c) melaksanakan program
belajar-mengajar, d) mengenal kemampuan anak didik. 3) Mengelola
kelas, meliputi: a) mengatur tata ruang kelas untuk pelajaran, b) menciptakan
iklim belajar-mengajar yang serasi.
4) Penggunaan media atau sumber, meliputi: a) mengenal,
memilih dan menggunakan media, b) membuat alat bantu yang sederhana, c)
menggunakan perpustakaan dalam proses belajar-mengajar, d) menggunakan micro
teaching untuk unit program pengenalan lapangan. 5) Menguasai landasan-landasan
pendidikan. 6) Mengelola
interaksi-interaksi belajar-mengajar. 7) Menilai
prestasi siswa untuk kepentingan pelajaran. Mengenal fungsi layanan bimbingan dan
konseling di sekolah, meliputi: a) mengenal fungsi dan layanan program
bimbingan dan konseling, b) menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling . 9)
Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah . 10) Memahami
prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan[24]
H.
KONSEP MUTU PENDIDIKAN
Proses
pendidikan yang bermutu ditentukan oleh berbagai unsur dinamis yang akan ada di
dalam sekolah itu dan lingkungannya sebagai suatu kesatuan sistem. Sepuluh faktor penentu terwujudnya proses pendidikan yang bermutu, yakni:
1)
keefektifan kepemimpinan kepala sekolah
2)
partisipasi dan rasa tanggung jawab guru dan staf,
3)
proses belajar-mengajar yang efektif,
4)
pengembangan staf yang terpogram,
5)
kurikulum yang relevan,
6)
memiliki visi dan misi yang jelas,
7)
iklim sekolah yang kondusif,
8)
penilaian diri terhadap kekuatan dan
kelemahan,
9)
komunikasi efektif baik internal maupun eksternal, dan
10) keterlibatan orang tua dan masyarakat secara
instrinsik.[25]
Dalam konsep yang lebih luas, mutu pendidikan mempunyai makna sebagai suatu
kadar proses dan hasil pendidikan secara keseluruhan yang ditetapkan sesuai
dengan pendekatan dan kriteria tertentu.
Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input,
proses, dan output pendidikan Input
pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk
berlangsungnya proses. Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi
sesuatu yang lain dengan mengintegrasikan input sekolah sehingga mampu
menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu
mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan
peserta didik. Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah yang dapat
diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya,
inovasinya, dan moral kerjanya.
Berdasarkan
konsep mutu pendidikan maka dpaat dipahami bahwa pembangunan pendidikan bukan
hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih
memperhatikan faktor proses pendidikan..Input pendidikan merupakan hal yang
mutlak harus ada dalam batas – batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan
dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan (school resources are
necessary but not sufficient condition to improve student achievement).
Selama tahun 2002 dunia pendidikan ditandai dengan
berbagai perubahan yang datang bertubi-tubi, serempak, dan dengan frekuensi
yang sangat tinggi. Belum tuntas sosialisasi perubahan yang satu, datang
perubahan yang lain. Beberapa inovasi yang mendominasi panggung pendidikan
selama tahun 2002 antara lain adalah Pendidikan Berbasis Luas (PBL/BBE) dengan
life skills-nya, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK/CBC), Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS/SBM), Ujian Akhir Nasional (UAN) pengganti EBTANAS, pembentukan
dewan sekolah dan dewan pendidikan kabupaten/kota. Setiap pembaruan tersebut
memiliki kisah dan problematiknya sendiri.
Fenomena
yang menarik adalah perubahan itu umumnya memiliki sifat yang sama, yakni
menggunakan kata berbasis (based). Bila diamati lebih jauh, perubahan yang
“berbasis” itu umumnya dari atas ke bawah: dari pusat ke daerah, dari
pengelolaan di tingkat atas menuju sekolah, dari pemerintah ke masyarakat, dari
sesuatu yang sifatnya nasional menuju yang lokal. Istilah-istilah lain yang
populer dan memiliki nuansa yang sama dengan “berbasis” adalah pemberdayaan
(empowerment), akar rumput (grass-root), dari bawah ke atas (bottom up), dan
sejenisnya. Apa itu artinya?
Simak saja label-label perubahan
yang dewasa ini berseliweran dalam dunia pendidikan nasional (kadang-kadang
dipahami secara beragam): manajemen berbasis sekolah (school based management),
peningkatan mutu berbasis sekolah (school based quality improvement), kurikulum
berbasis kompetensi (competence based curriculum), pengajaran/pelatihan
berbasis kompetensi (competence based teaching/training), pendidikan berbasis
luas (broad based education), pendidikan berbasis masyarakat (community based
education), evaluasi berbasis kelas (classroom based evaluation), evaluasi
berbasis siswa (student based evaluation) dikenal juga dengan evaluasi
portofolio, manajemen pendidikan berbasis lokal (local based educational
management), pembiayaan pendidikan berbasis masyarakat (community based
educational financing), belajar berbasis internet (internet based learning),
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan entah apa lagi.[26] Dalam “The New Meaning of
Educational Change” mencatat bahwa setiap tahun guru berurusan dengan sekitar
200.000 jenis urusan dengan karakteristik yang berbeda dan itu merupakan sumber
stres bagi mereka. Mungkin tak aneh bila dilaporkan banyak guru mengalami stres
dan jenuh.[27] Teori difusi inovasi akan segera tahu bahwa
setiap perubahan atau inovasi dalam bidang apa pun, termasuk dalam pendidikan,
memerlukan tahap-tahap yang dirancang dengan benar sejak ide ikembangkan hingga
dilaksanakan”[28]. Sejak awal, berbagai
kondisi perlu diperhitungkan, mulai substansi inovasi itu sendiri sampai
kondisi-kondisi lokal tempat inovasi itu akan diimplementasikan. Intinya, suatu
perubahan yang mendasar, melibatkan banyak pihak, dan dengan skala yang luas
akan selalu memerlukan waktu. Suatu inovasi mestinya jelas kriterianya, terukur
dan realistik dalam sasarannya, dan dirasakan manfaatnya oleh pihak yang
melaksanakannya.
Langkah
percepatan dapat saja dilakukan, tetapi dengan risiko kegagalan yang besar
akibat inovasi itu kurang dihayati secara penuh oleh pelaksananya. Kami menilai
bahwa banyak inovasi pendidikan yang diluncurkan di Indonesia dewasa ini yang
melanggar prinsip-prinsip tersebut, di samping secara konseptual “cacat sejak
lahir”, serba tergesa-gesa, serba instan, targetnya tidak realistik, didasari
asumsi yang linier seakan-akan suatu inovasi akan bergulir mulus begitu
diluncurkan, dan secara implisit dimuati obsesi demi menanamkan “aset politik”
di masa depan.
I. Format penilaian Guru Profesional[29]
1. Format Penilaian Kinerja Guru dalam Perencanaan
Pembelajaran
(Skala Nilai 1 – 4)
Nama Guru :
..............................................................
Mata Pelajaran :
..............................................................
Pokok Materi :
..............................................................
Kelas/Semester :
..............................................................
No Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Nilai *)
1 Tujuan Pembelajaran
a. Standar Kompetensi
b. Indikator
c. Ranah Tujuan (komprehenship)
d. Sesuai dengan Kurikulum
2 Bahan Belajar/Materi Pelajaran
a. Bahan belajar mengacu/sesuai dengan tujuan
b. Bahan belajar disusun secara sistematis
c. Menggunakan bahan belajar sesuai dengan
kurikulum
d. Memberi Pengayaan
3 Strategi/Metode Pembelajaran
a. Pemilihan metode disesuaikan dengan tujuan
b. Pemilihan metode disesuaikan dengan materi
c. Penentuan langkah-langkah proses pembelajaran
berdasarkan
metode
yang digunakan
d. Penataan alokasi waktu proses pembelajaran
sesuai dengan proporsi.
e. Penetapan metode berdasarkan pertimbangan
kemampuan siswa.
f. Memberi pengayaan
4 Media Pembelajaran
a. Media disesuaikan dengan tujuan pembelajaran
b. Media disesuaikan dengan materi pembelajaran
c. Media disesuaikan dengan kondisi kelas
d. Media disesuaikan dengan jenis evaluasi
e. Media disesuaikan dengan kemampuan guru
f. Media disesuaikan dengan kebutuhan dan
perkembangan siswa
5 Evaluasi
a. Evaluasi mengacu pada tujuan
b. Mencantumkan bentuk evaluasi
c. Mencantumkan jenis evaluasi
d. Disesuaikan dengan alokasi waktu yang tersedia
e. Evaluasi disesuaikan dengan kaidah evaluasi
Total Nilai
Nilai RPP (R)*) Skala Nilai
. ...............,
...............................
Penilai/Evaluator
(...........................................) NIP.
Kriterai Penilaian:
Nilai 4 jika semua deskriptor tampak
Nilai 3 jika hanya 3 deskriptor yang tampak
Nilai 2 jika hanya 2 deskriptor yang tampak
Nilai 1 jika hanya 1 deskriptor yang tampak
Nilai 0 jika tidak ada deskriptor yang tampak
2. Format Penilaian Kinerja Guru dalam Pelaksanaan
Pembelajaran
(Skala 0 – 4)
Nama Guru :
.........................................................
Mata Pelajaran :
.........................................................
Pokok Materi :
.........................................................
Kelas/Semester :
.........................................................
Waktu :
.........................................................
No. Penampilan Guru Skors *)
1. Kemampuan Membuka Pelajaran
a. Menarik Perhatian siswa
b. Memberikan motivasi awal
c. Memberikan apersepsi (kaitan materi yang
sebelumnya dengan materi yang
akan
disampaikan)
d. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan
diberikan
e. Memberikan acuan bahan belajar yang akan
diberikan
2. Sikap Guru dalam Proses Pembelajaran
a. Kejelasan artikulasi
suara
b. Variasi Gerakan badan tidak mengganggu perhatian
siswa
c. Antusisme dalam penampilan
d. Mobilitas posisi mengajar
3. Penguasaan Bahan Belajar (Materi Pelajaran)
a. Bahan belajar disajikan sesuai dengan
langkah-langkah yang direncanakan
dalam RPP
b. Kejelasan dalam menjelaskan bahan belajar
(materi)
c. Kejelasan dalam memberikan contoh
d. Memiliki wawasan yang luas dalam menyampaikan
bahan belajar
4. Kegiatan Belajar Mengajar (Proses
Pembelajaran)
a. Kesesuaian metode dengan bahan belajar yang
disampaikan
b. Penyajian bahan belajaran sesuai dengan
tujuan/indikator yang telah
ditetapkan
c. Memiliki keterampilan dalam menanggapi dan
merespon pertanyaan siswa.
d. Ketepatan dalam penggunaan alokasi waktu yang
disediakan
5. Kemampuan Menggunakan Media Pembelajaran:
a. Memperhatikan prinsip-prinsip penggunaan media
b. Ketepatan/kesusian penggunaan media dengan
materi yang disampaikan
c. Memiliki keterampilan dalam penggunaan media
pembelajaran
d. Membantu meningkatkan perhatian siswa dalam
kegiatan pembelajaran
6. Evaluasi Pembelajaran
a. Penilaian relevan dengan tujuan yang telah
ditetapkan
b. Menggunakan bentuk dan jenis ragam penilaian
c. Penilaian yang diberikan sesuai dengan RPP
7. Kemampuan Menutup Kegiatan Pembelajaran:
a. Meninjau kembali materi yang telah diberikan
b. Memberi kesempatan untuk bertanya dan menjawab
pertanyaan.
c. Memberikan kesimpulan kegiatan pembelajaran
8. Tindak Lanjut/Follow up
a. Memberikan tugas kepada siswa baik secara
individu maupun
kelom-pok
b. Menginformasikan materi/bahan belajar yang akan
dipelajari berikunya.
c. Memberikan motivasi untuk selalu terus belajar
Penilai,
(.......................................)
NIP
Jumlah Skors Aspek Nilai Penampilan
Nilai Akhir : 2R + 3T = 5
*) Skala nilai 0 – 4 Kriterai
Penilaian:
Nilai 4 jika semua deskriptor tampak
Nilai 3 jika hanya 3 deskriptor yang tampak
Nilai 2 jika hanya 2 deskriptor yang tampak
Nilai 1 jika hanya 1 deskriptor yang tampak
Nilai 0 jika tidak ada deskriptor yang tampak
4.
Format Penilaian Pelaksanaan Membuka
dan Menutup Pembelajaran
Nama Guru :……………….. Pokok Materi : …………………….
Hari/Tanggal : …………….… Kelas/Smt :
.................................
No Aktivitas Guru Skor
Kegiatan Membuka Pembelajaran
1. Memperhatikan sikap dan tempat duduk siswa 1 2 3 4
2. Memulai pembelajaran setelah siswa siap untuk
belajar 1 2 3 4
3. Menjelaskan pentingnya materi pelajaran yang
akan dipelajari 1 2 3 4
4. Melakukan Appersepsi (mengkaitkan materi yang
disajikan dengan materiyang telah dipelajari sehingga terjadi kesinambungan) 1 2 3 4
5. Kejelasan hubungan antara pendahuluan dengan
inti pelajaran dilakukan semenarik mungkin 1
2 3 4
Kegiatan Menutup Pembelajaran
1. Kemampuan menyimpulkan KBM dengan tepat 1 2 3 4
2. Kemampuan menggunakan kata-kata pujian 1 2 3 4
3. Kemampuan memberikan evaluasi lisan maupun
tulisan 1 2 3 4
4. Kemampuan memberikan tugas yang sifatnya
memberikan pengayaan,
dan
pendalaman 1
2 3 4
Komentar/Saran...................................................................................................................................................................................................................
Total Skors
Penilai,
(.......................................)
NIP
4. Format
Penilaian Pelaksanaan Variasi Stimulus Pembelajaran
Nama Guru :……………….. Pokok Materi : ……………………......
Hari/Tanggal : ……………… Kelas/Smt :
......................................
No Aktivitas Guru Skors
Kegiatan Variasi Pembelajaran
1. Gerak bebas guru 1
2 3 4
2. Isyarat guru (tangan, badan, wajah) 1
2 3 4
3. Suara guru (variasi kecepatan/besar
kecil/intonasi) 1
2 3 4
4. Pemusatan perhatian pada murid (penekanan pada
hal yang
pentingpenting verbal/gestural) 1 2 3 4
5. Pola interaksi
(guru-kelompok/guru-murid/murid-murid) 1
2 3 4
6. Pause/diam sejenak (untuk memberi kesempatan
pada murid untuk
berpikir,
memberi penekanan, memberi perhatian) 1
2 3 4
7. Penggantian indera penglihat/pendengar (dalam
menggunakan media
pembelajaran) 1
2 3 4
Komentar/Saran...................................................................................................................................................................................................................
Total Skors
Penilai,
(................................)
NIP
5. Format
Penilaian Pelaksanaan Keterampilan Bertanya
Nama Guru :……………….. Pokok Materi : ……………………......
Hari/Tanggal : ……………… Kelas/Smt :
......................................
No Aktivitas Guru Skors
Keterampilan Bertanya
1. Kejelasan pertanyaan yang disampaikan guru. 1 2 3 4
2. Kejelasan hubungan antara pertanyaan guru dengan
masalah yang
dibicarakan. 1
2 3 4
3. Pertanyaan ditujukan ke seluruh kelas lebih
dahulu, baru menunjuk salah satu siswa. 1
2 3 4
4. Pemberian waktu berpikir untuk bertanya dan
menjawab 1 2 3 4
5. Pendistribusian pertanyaan secara merata di
antara para siswa. 1 2 3 4
6. Pemberian tuntunan: *) 1
2 3 4
a. Pengungkapan pertanyaan dengan cara lain.
b. Mengajukan pertanyaan lain yang lebih sederhana.
c. Mengulangi penjelasan-penjelasan sebelumnya.
*)
Amati salah satu cara yang muncul.
Komentar/Saran
......................................................................................................................
.......................................................................................................................
.Total Skors
Penilai,
(.................................)
NIP
6. Format Penilaian Memberikan Penguatan
Nama Guru : ……………….. Pokok Materi : …….………………..
Hari/Tanggal : ……………..… Kelas/Smt :
...................................
No Aktivitas Guru Skors
A. Penguatan Verbal
1. Mengucapkan kata-kata benar, bagus, tepat, dan
bagus sekali bila murid
menjawab/mengajukan pertanyaan. 1
2 3 4
2. Mengucapkan kalimat pekerjaanmu baik sekali,
saya senang dengan
pekerjaanmu, pekerjaanmu makin lama makin baik, pikir dulu, dan lihat
lagi, untuk
membesarkan hati dan memberikan dorongan. 1
2 3 4
B. Penguatan Non Verbal
1. Penguatan berupa senyuman, anggukan, pandangan
yang ramah, atau
gerakan
badan. 1
2 3 4
2. Penguatan dengan cara mendekati. 1
2 3 4
3. Penguatan dengan sentuhan. 1
2 3 4
4. Penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan. 1 2 3 4
5. Penguatan
memberikan hadiah yang relevan dan rasional 1 2 3 4
Komentar/Saran...................................................................................................................................................................................................................
Total Skors
Penilai,
( .......................................)
NIP
BAB III
KESIMPULAN
Kebijakan pendidikan harus
ditopang oleh pelaku pendidikan yang berada di front terdepan yakni guru
melalui interaksinya dalam pendidikan. Upaya meningkatkan mutu pendidikan perlu
dilakukan secara bertahap dengan mengacu pada rencana strategis. Keterlibatan
seluruh komponen pendidikan (guru, Kepala Sekolah, masyarakat, Komite Sekolah,
Dewan Pendidikan, dan isntitusi) dalam perencanaan dan realisasi program
pendidikan yang diluncurkan sangat dibutuhkan dalam rangka mengefektifkan
pencapaian tujuan.
Implementasi kemampuan
professional guru mutlak diperlukan sejalan diberlakukannya otonomi daerah,
khsususnya bidang pendidikan. Kemampuan professional guru akan terwujud apabila
guru memiliki kesadaran dan komitmen yang tinggi dalam mengelola interaksi
belajar-mengajar pada tataran mikro, dan memiliki kontribusi terhadap upaya
peningkatan mutu pendidikan pada tataran makro.
Salah satu upaya peningkatan
profesional guru adalah melalui supervisi pengajaran. Pelaksanaan supervisi
pengajaran perlu dilakukan secara sistematis oleh kepala sekolah dan pengawas
sekolah bertujuan memberikan pembinaan kepada guru-guru agar dapat melaksanakan
tugasnya secara efektif dan efisien. Dalam pelaksanaannya, baik kepala sekolah
dan pengawas menggunakan lembar pengamatan yang berisi aspek-aspek yang perlu
diperhatikan dalam peningkatan kinerja guru dan kinerja sekolah. Untuk
mensupervisi guru digunakan lembar observasi yang berupa alat penilaian
kemampuan guru (APKG), sedangkan untuk mensupervisi kinerja sekolah dilakukan
dengan mencermati bidang akademik, kesiswaan, personalia, keuangan, sarana dan
prasarana, serta hubungan masyarakat.
Implementasi kemampuan
professional guru mensyaratkan guru agar mampu meningkatkan peran yang
dimiliki, baik sebagai informatory(pemberi informasi), organisator, motivator,
director, inisiator (pemrakarsa inisiatif), transmitter (penerus), fasilitator,
mediator, dan evaluator sehingga diharapkan mampu mengembangkan kompetensinya.
Mewujudkan
kondisi ideal di mana kemampuan professional guru dapat diimplementasikan
sejalan diberlakukannya otonomi daerah, bukan merupakan hal yang mudah. Hal
tersebut lantaran aktualisasi kemampuan guru tergantung pada berbagai komponen
system pendidikan yang saling berkolaborasi. Oleh karena itu, keterkaitan
berbagai komponen pendidikan sangat menentukan implementasi kemampuan guru agar
mampu mengelola pembelajaran yang efektif, selaras dengan paradigma
pembelajaran yang direkomendasiklan Unesco, “belajar mengetahui (learning to know),
belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live
together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be)”
DAFTAR PUSTAKA
Sukidin, Basrowi, Suranto, Manejemen
Penelitian Tindakan Kelas, Insan Cendikia, 2008 Suharsimin
Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Penidikan,Bumi
Aksara,2009 Sumiati, Esra, Metode Pembelajaran, Wivana Prima,Bandung,2007 Nurdin, Syafruddin, Guru Profesional. PT. Ciputat Press. Cet.
III. Jakarta. 2005
Suharsimi Arikunto , Dasar
Dasar Evaluasi Pendidikan ,2007, Bumi Aksara,Jakarta
Piet A Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan
(Jakarta: Rineka Cipta, 2008) Martinis
Yamin, Maisah, Standaarisasi kinerja
guru, GPS, 2008,Jakarta
Suhardan Dadang (2007), Supervisi Bantuan Profesional, Mutiara
Ilmu Bandung Martinis Yamin,
Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi,
GPS Jakarta, 2010 Trianto, 2010.
Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan
Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta:
Kencana. Suara
Daerah Edisi Oktober 2007
Depdiknas Pusat (1994) Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemforer, suatu tinjauan Konseptual
Operasional, Bumi Aksara, 2008 Townsend,
Diana & Butterworth. 1992. Your Child's Scholl. New York: A Plime Book
Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan (Jakarta:
Gaung Persada Press, 2009) http://www.slideshare.net/soeh20/pentingnya-supervisi-pendidikan-sebagai-upaya-peningkatan-profesionalisme
[1] Sukidin,Basrowi,Suranto,
Manejemen Penelitian Tindakan Kelas,
Insan Cendikia,2008,hal-138.
[2], Sumiati, Esra, Metode Pembelajaran,Wivana
Prima,Bandung,2007,hlm.38
[3] Peraturan pemerintah
nomor 19 tahun 2005 tentang standar
tenaga pendidik
[4] . Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontenforer,
suatu tinjauan Koneseptual Operasional, Bumi Aksara, 2008 Hal, 9
[5] , Sumiati, Esra, Metode Pembelajaran,Wivana
Prima,Bandung,2007,hlm.7
[6] Martinis Yamin, Maisah,
Standaarisasi kinerja guru, GPS,
2008,Jakarta,,hal 59.
[7]
Sukidin,Basrowi,Suranto, Manejemen
Penelitian Tindakan Kelas, Insan Cendikia,2008,hal-138
[10] Suharsimin Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Penidikan,Bumu Aksara,2009,hlm, 32
[11] Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi
Pendidikan (Jakarta: Gaung Persada Press, 2009), hlm. 17
[12] Piet A Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi
Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm.17
[14] ibid
[15] .Ibid
[16] Ibid
[17] Depdiknas (1994)
[20] Depdiknas
Pusat,2004,Jakarta
[21] Balitbang Depdiknas.
2001. Data Standardisasi Kompetensi Guru.
[23] Suara Daerah Edisi
Oktober 2007
[24]
Sukidin,Basrowi,Suranto, Manejemen
Penelitian Tindakan Kelas, Insan Cendikia,2008,hal,2
[25] Townsend, Diana & Butterworth. 1992. Your
Child's Scholl. New York: A Plime Book
[26] Trianto, M.Pd. 2010. Mendesain
Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya
Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.
[27].
Fullan & Stiegerbauer.1991. The New Meaning of Educational Change.
Boston: Houghton Mifflin Company.
[28]
http://www.slideshare.net/soeh20/pentingnya-supervisi-pendidikan-sebagai-upaya-peningkatan-profesionalisme
[29]
Depdiknas Pusat (1994)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar